Tahun baru tentunya memberikan harapan baru untuk dapat meraih segala hal yang mungkin masih belum tercapai pada tahun-tahun sebelumnya. Kesejahteraan yang meningkat, siswa-siswi yang semakin bagus nilainya di sekolah, atau harapan untuk dapat diangkat menjadi pegawai negeri bagi rekan-rekan guru wiyata bakti.
Namun tak bisa dipungkiri, tahun 2016 yang baru saja berjalan ini membawa keresahan bagi beberapa orang yang sudah mendekati masa purna tugas atau pensiun.
Dilansir dari berita yang tersebar di berbagai media massa dan situs-situs pendidikan, ledakan pensiun guru SD terjadi mulai tahun 2012 sampai dengan tahun 2020. Hal tersebut terjadi karena adanya penggalakan SD inpres pada masa Orde Baru, sekitar tahun 1970-an sampai dengan tahun 1980-an. Adanya SD-SD inpres tersebut membutuhkan banyak guru yang rata-rata diambil dari SPG (Sekolah Pendidikan Guru). Dengan demikian, usia bapak ibu guru yang diangkat pada masa-masa itu saat ini telah memasuki masa purna tugas atau yang lazim disebut dengan masa pensiun.
Masa pensiun adalah masa ketika seseorang sudah tidak bekerja lagi karena telah habis masa tugasnya. Masa pensiun bisa menjadi masa-masa yang menyenangkan, namun bisa juga menjadi momok yang menakutkan bagi sebagian orang. Kehilangan rutinitas yang biasa dijalani sehari-hari, tidak lagi bertemu dan bercanda dengan rekan-rekan kerja yang telah bergaul akrab selama ini, tidak mendengar canda tawa anak-anak sekolah di dalam kelas, tentunya menjadi beban tersendiri dalam hati seorang guru yang usianya telah mendekati masa pensiun. Hal tersebut biasa disebut dengan post power syndrome.
Post power syndrome adalah suatu keadaan yang terjadi akibat seseorang hidup dalam kebesaran bayang–bayang masa lalu, misalnya berupa jabatan, karier, kecerdasan, kepemimpinan, atau hal lainnya, dan belum dapat menerima kenyataan yang ada saat ini. Hal tersebut tentunya menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan fisik maupun mentalnya.
Gangguan fisik yang terjadi misalnya: wajah tampak lesu, suram dan terlihat lebih tua. Bisa juga orang tersebut akan sakit–sakitan apabila beban pikiran tentang kesepian dan kehilangan begitu dalam.
Gangguan mental atau emosional yang dapat diamati misalnya: mudah tersinggung, pemurung, cenderung menarik diri dari pergaulan, tidak suka dibantah. Akibatnya bisa bermacam-macam. Orang tersebut akan menjadi seorang yang pendiam, atau sebaliknya menjadi senang bicara tentang kehebatan dirinya di masa lalu, senang menyerang pendapat orang, tidak mau kalah, dan menunjukkan kemarahan baik di rumah maupun di tempat umum.
Lantas bagaimana caranya mengatasi post power syndrome? Ada beberapa hal yang dapat dilakukan dalam masa purna tugas atau mungkin perlu dipersiapkan sebelum masa pensiun tiba.
Pertama, siapkan hati agar ikhlas menjalani hari-hari kelak yang mungkin akan lebih sepi tanpa kehadian rekan-rekan kerja dan anak-anak sekolah yang biasa mewarnai hari dengan canda tawa mereka. Menyadari bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah sementara dan tak ada yang kekal abadi akan membuat kita lebih ikhlas dalam menghadapi hari tua.
Kedua, menyibukkan diri dengan segala hal yang positif dan bermanfaat tak selalu terkenang akan masa-masa saat masih aktif bekerja. Hanya mengenang masa yang telah berlalu akan dapat menimbulkan perasaan sedih dan depresi. Hal-hal positif yang dapat dilakukan misalnya: bertanam, beternak ayam, membuat kolam ikan di belakang rumah, membuat keterampilan, menulis cerita, bergabung dengan organisasi sosial, atau kegemaran apapun yang mungkin dulu pernah tertunda karena adanya kesibukan dalam bekerja.
Ketiga, mendekatkan diri kepada Tuhan dan menjalani pola hidup sehat akan menjauhkan kita dari segala dampak negatif. Pikiran yang tenang dan damai akan membuat kondisi fisik tetap awet muda dan senantiasa berseri serta terhindar dari bermacam penyakit.
Masa pensiun adalah masa-masa paling menyenangkan jika bisa dilewatkan dengan anak cucu. Namun jika anak-anak dan cucu telah tinggal di luar kota, masa tua masih tetap menyenangkan apabila kita mempunyai kegiatan-kegiatan bersama keluarga terdekat atau tetangga.